Pentingnya Menjaga Etika Ber-Media Sosial Pada Pemilukada Serentak Tahun 2024
Oleh: Mutia Puspa Rini (Mahasiswa Program Doktor (s3) UNHAS)
Pilkada Serentak 2024 merupakan momen krusial dalam sistem demokrasi Indonesia, di mana pemilih akan menentukan kepala daerah, termasuk gubernur, wali kota, dan bupati. Proses ini tidak hanya memengaruhi kebijakan lokal, tetapi juga berdampak signifikan terhadap stabilitas politik dan sosial di negara ini.
Dalam konteks tersebut, media sosial telah menjadi instrumen penting dalam membentuk opini dan perilaku pemilih, mengingat penetrasinya yang luas di masyarakat Indonesia.
Berdasarkan laporan Hootsuite (We Are Social): Data Digital Indonesia 2024, Indonesia memiliki lebih dari 167 juta pengguna media sosial, menjadikannya salah satu negara dengan jumlah pengguna tertinggi keempat di dunia.
Penetrasi yang tinggi ini menjadikan media sosial tidak hanya sebagai platform interaksi, tetapi juga sumber informasi utama bagi banyak orang, termasuk dalam konteks politik dan pemilihan.
Platform seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, TikTok, dan Telegram mendominasi penggunaan media sosial di Indonesia, dengan WhatsApp dan Instagram digunakan oleh lebih dari 90% pengguna.
Kondisi ini menjadikan platform-platform tersebut sebagai saluran utama untuk kampanye politik dalam Pilkada Serentak 2024. TikTok, dengan konten video pendek yang menarik, juga mulai menjadi pilihan para kandidat untuk menjangkau pemilih muda.
Hal ini sangat relevan mengingat mayoritas pengguna media sosial di Indonesia adalah generasi muda, dengan 54,1% berusia antara 18 hingga 34 tahun.
Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, media sosial memungkinkan penyebaran informasi politik secara cepat dan luas. Informasi mengenai kandidat, program, dan isu-isu penting dapat diakses dan dibagikan dengan mudah, meningkatkan kesadaran pemilih tentang pilihan yang tersedia.
Konten viral seperti video pendek berisi pernyataan kontroversial atau inspiratif dari para kandidat mampu membentuk opini publik dengan cepat. Hal ini dapat secara signifikan memengaruhi persepsi pemilih terhadap para calon pemimpin daerah, bahkan sebelum hari pemungutan suara.
Media sosial juga menciptakan ruang interaksi langsung antara kandidat dan pemilih, suatu aspek yang tidak mudah dicapai melalui media konvensional.
Kandidat dapat menjawab pertanyaan dan menanggapi kritik secara real-time, menciptakan rasa kedekatan dan keterlibatan yang berpotensi memengaruhi keputusan pemilih dalam Pilkada Serentak 2024.
Kampanye digital untuk Pilkada Serentak 2024 sering melibatkan influencer dan buzzer politik untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Strategi ini sering dikombinasikan dengan penggunaan konten kreatif, termasuk meme politik, yang menjadi alat efektif dalam kampanye karena dapat menyampaikan pesan politik dengan cara yang menarik dan mudah dipahami.
Selain itu, strategi microtargeting memungkinkan kandidat mengirimkan pesan yang disesuaikan kepada kelompok pemilih tertentu berdasarkan data demografis dan perilaku online, meningkatkan efektivitas kampanye Pilkada.
Namun, penggunaan media sosial dalam Pilkada Serentak 2024 juga menghadapi tantangan dan risiko. Penyebaran berita palsu dan disinformasi menjadi salah satu masalah utama yang dapat mempengaruhi integritas pemilihan.
Selain itu, media sosial juga dapat memperburuk polarisasi politik, menciptakan ketegangan sosial dan mengurangi kemungkinan dialog antar kelompok yang berbeda dalam konteks pemilihan kepala daerah.
Keamanan data dan privasi pemilih juga menjadi perhatian seiring meningkatnya penggunaan media sosial dalam kampanye Pilkada. Data pribadi pemilih dapat disalahgunakan untuk tujuan yang tidak etis, berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap proses pemilihan.
Oleh karena itu, regulasi yang jelas dan pengawasan ketat terhadap kampanye di media sosial sangat diperlukan untuk menjaga integritas Pilkada Serentak 2024.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, penting untuk meningkatkan literasi digital pemilih dalam menghadapi Pilkada Serentak 2024. Edukasi mengenai cara mengenali informasi yang benar dan salah diperlukan untuk mengurangi dampak negatif dari berita palsu yang dapat mempengaruhi hasil pemilihan.
Lembaga pemerintah dan KPU harus berperan aktif dalam memberikan informasi yang akurat dan transparan, serta mengedukasi pemilih tentang hak-hak mereka dalam proses Pilkada.
Kerja sama antara pemerintah, lembaga pemilihan, dan platform media sosial juga diperlukan untuk memerangi disinformasi dalam konteks Pilkada Serentak 2024.
Platform media sosial dapat membantu mengidentifikasi dan menghapus konten yang menyesatkan, sementara pemilih didorong untuk memverifikasi informasi sebelum membagikannya, khususnya informasi yang berkaitan dengan kandidat dan proses pemilihan.
Kesimpulannya, media sosial memiliki peran signifikan dalam mempengaruhi pilihan pemilih pada Pilkada Serentak 2024. Kemampuannya menyebarkan informasi dengan cepat dan luas menjadikannya alat yang efektif dalam kampanye politik di tingkat daerah.
Namun, penggunaannya harus disertai dengan tanggung jawab. Semua pihak, termasuk kandidat, pemilih, dan platform media sosial, harus menyadari dampak dari tindakan mereka di dunia maya terhadap proses demokratisasi di tingkat lokal.
Dampak jangka panjang media sosial terhadap demokrasi Indonesia, khususnya dalam konteks Pilkada, bergantung pada cara kita mengelola dan memanfaatkannya.
Dengan literasi digital yang lebih baik dan regulasi yang tepat, media sosial dapat menjadi alat yang memperkuat proses demokrasi di tingkat daerah, mendukung terlaksananya Pilkada Serentak 2024 yang berkualitas dan berintegritas.***
dr. Mutia Puspa Rini, M.KM
(Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Kesehatan Masyarakat)
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin,
Makassar - Sulawesi Selatan
Posting Komentar