Oleh: Bahren Nurdin, SS., MA., .Ms.P
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan perwujudan nyata kehendak demokrasi yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menentukan pemimpinnya sendiri. Rakyatlah yang memegang kedaulatan tertinggi di negeri ini. Maka rakyat seyogyanya terlibat aktif, seaktif-aktifnya dalam melakukan proses demokrasi itu. Dengan hipotesa ini, rakyat dipastikan sebagai penentu utama sukses atau tidaknya segala proses demokrasi yang berlangsung.
Dibentuknya oleh negara beberapa institusi penyelenggara pemilu melalui peraturan dan perundang-undangan yang berlaku seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hanyalah merupakan ‘organizer’ yang ditugasi Negara untuk membantu rakyat demi mendapatkan kedaulatannya. Sekali lagi, membantu rakyat. Jika demikian, para penyelenggara pemilu tidak boleh ‘memisahkan diri’ dari rakyat. Wajib hukumnya para penyelenggara pemilu melibatkan rakyat dalam setiap tugas yang diberikan kerena yang punya ‘hajatan’ adalah rakyat; tentunya dengan aturan main sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang belaku.
Berangkat dari paradigma inilah agaknya para penyelenggara pemilu khususnya KPU saat ini benar-benar menginginkan partisipasi aktif setiap warga Negara di republik ini. Hal ini tergambar dari beberapa kegiatan KPU di seluruh Indonesia tidak lagi hanya berkutat dengan persoalan ‘teknis’ kepemiluan tetapi mulai beranjak pada pemberdayaan peran masyarakat luas. KPU betul-betul menyadari bahwa segala urusan teknis dapat diselesaikan dengan baik dan mudah jika semua elemen masyarakat terlibat di dalamnya. Dan sebaliknya, urusan-urusan teknis penyelenggaraan pemilu akan sangat berat jika KPU gagal meyakinkan masyarakat bahwa sesungguhnya pelaknaan pemilihan umum (termasuk di dalamnya pemilihan kepala daerah) adalah kehendak rakyat bukan kehendak KPU. Maka tugas ‘berat’ KPU saat ini adalah merubah pola pikir masyarakat dan melibatkan masyarakat dalam setiap detail kepemiluan yang berlangsung.
Salah satu bentuk nyata KPU melibatkan rakyat adalah diinisiasinya pembentukan Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi (KPPD) yang di dalamnya melibatkan semua unsur masyarakat. Tentunya hal ini adalah langkah positif dan konstruktif. Melalui tulisan singkat ini, saya sampaikan paling tidak ada beberapa urgensitas dibentuknya komunitas ini.
Pertama, agen demokrasi. Harus diyakini bahwa KPU tidak akan mampu masuk ke seluruh sendi kehidupan masyarakat. Maka KPU harus menempatkan agen-nya sebagai ‘penyambung lidah’ untuk mentransfer segala informasi yang diberikan. Contoh, tidak mungkin KPU akan berhubungan langsung ‘door to door’ kepada seluruh tukang ojek di Provinsi Jambi untuk mensosialisasikan pentingnya keterlibatan meraka dalam peroses kepemiluan. Maka dengan komunitas ini, yang di dalamnya ada perwakilan tukang ojek, merekalah yang akan berbicara dengan ‘bahasa’ kaumnya sendiri. Maka anggota KPPD adalah agen-agen demokrasi yang akan sangat efektif untuk menyentuh setiap lapisan masyarakat sampai kepada lapisan terbawah.
Kedua, perubahan paradigama. Paradigma yang terbangun di tengah masayrakat selama ini bahwa urusan pemilu itu ‘hanya’ urusan KPU. Jadi jika terjadi ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilihan umum adalah murni ‘dosa’ KPU. Bahkan, jika tingkat partisipasi masyarakat menurun pun juga menjadi gambaran ketidak becusan KPU. Padahal, yang memeberikan partisipasi itu adalah rakyat sendiri.
Ini adalah sebuah paradigma yang harus dirubah. KPU hanya penyelenggara bukan penentu. Penentu adalah rakyat. Merubah sebuah paradigma memang tidak mudah; membutuhkan waktu dan memerlukan energy besar dengan keterlibatan semua unsur. Sulit bukan berarti tidak bisa. Di sinilah salah satu urgensi KPPD yang akan menjadi ujung tombak perubahan paradigma itu. Komunitas ini akan terus mengedukasi kelompoknya dan masyarakat bahwa urusan pemilu tidak semata urusan KPU tapi adalah urusan rakyat. Jika masyarakat memerlukan pendidikan politik maka komunitas ini adalah guru politiknya.
Ketiga, forum komunikasi. Berbeda-beda namun tetap satu jua; Indonesia. Profesinya boleh apa saja, tukang ojek, pedagang, praktisi seni, akademisi, birokrat, guru, pemuda, pelajar, aktivis, petani, nelayan, buruh, dan lain sebagainya namun memiliki satu tujuan berbuat untuk bangsa. Seyogyanyalah, perbedaan profesi tidak boleh dijadikan pemisah hakiki anak negeri. Maka sangat dibutuhkan wadah untuk saling berdisikusi dan bertukar informasi sehingga keberadaan KPPD menjadi sangat penting sebagai pengikat tali silaturrahmi semua kalangan.
Akhirnya, jika rakyat betul-betul ingin mendapatkan kedaulatannya dengan seluas-luasnya, maka jangan serahkan prosesnya hanya kepada penyelenggara pemilu. Rakyat harus ikut berjuang dan memeperjuangkannya! Komunitas Peduli Pemilu & Demokrasi (KPPD) menjadi sangat penting karena komunitas ini akan menjadi wadah perjuangan rakyat untuk mendapatkan kedaulatannya. Semoga.
(email: bahren_nurdin@yahoo.com. HP/WA 0852-6685-9000. *Motivator // Peserta Kursus Kepemiluan Provinsi Jambi 2016)
URGENSI KOMUNITAS PEDULI PEMILU & DEMOKRASI
Daftar Isi
Tags
Artikel Terkait
Rekomendasi
0Komentar